Pada jaman dahulu, ada seorang pemuda. Dia tidak memiliki sanak keluarga. Dia hidup sebatang kara. Dia bahkan tidak pernah tahu, siapa nama dia sebenarnya. Orang-orang memanggilnya A Gu. Dia juga tidak pernah tahu, kenapa matanya hanya satu, kakinya pincang, tangan lumpuh, wajahnya buruk rupa. Dia bahkan tidak pernah bertanya, kenapa dia bodoh, lamban menangkap sesuatu, tidak sabaran, kasar, pikiran selalu negatif terhadap semua org, miskin, suka memukul, pendendam, emosional. Dia bahkan tidak sadar, kalau dia bisa sombong dengan segala kejelekan yg dia miliki. Dia, adalah satu contoh produk gagal yang ada di dunia ini.
Suatu hari, ketika A Gu sedang mengumpulkan ranting-ranting kayu di hutan untuk dijual ke pasar lokal sebagai kayu bakar, bertemu dengan seorang pertapa. Pertapa bertanya kepada A Gu, apakah dia tidak berpikir untuk berkeluarga. A Gu bahkan tidak menoleh sedikit pun terhadap pertapa tersebut. Dalam hati A Gu, siapa lah kamu hendak berbicara dengan saya, sangat tidak pantas.
Pertapa yang sakti ini mengetahui, A Gu tidak dilahirkan demikian, tapi semua ini tumbuh dan berkembang oleh situasi dan kondisi. Pertapa tau bukan A Gu mau menjadi orang demikian, tetapi dia tidak kuasa bahkan hanya untuk mengetahui bahwa dia ada di jalan yang tidak baik. Pertapa kemudian mengerahkan semua kemampuan dia, dan dalam sekejap, A Gu, menjadi seorang yang sangat berbeda.
A Gu, adalah seorang yang sangat terkenal dermawan di desa itu. A Gu sangat kaya, hatinya sangat lembut, orangnya sopan, pintar. Bahkan A Gu berparas ganteng rupawan, sangat gagah berwibawa. A Gu bisa meladeni semua keluh kesah setiap orang di desa itu. A Gu bisa membantu mencarikan solusi, bukan sekedar materi. A Gu, adalah seorang yang sangat sempurna. Tidak ada orang yang tidak menyukai A Gu. Hanya butuh waktu singkat, Agu sudah terpilih sebagai kepala negara. Semua orang puas dengan kepemimpinan A Gu.
Lima tahun setelah kepemimpinan A Gu. Pada awal musim semi, ada sebuah perjamuan akbar di ibukota. Semua gadis dari berbagai penjuru menghadiri perjamuan tersebut. Pada perjamuan itu, A Gu hendak memilih seorang wanita untuk dijadikan istri. Tidak dapat dihitung berapa jumlah wanita yang menghadiri perjamuan tersebut.
Setelah perjamuan berlangsung beberapa saat, dan akhirnya sampai pada puncak acara. A Gu berdiri di panggung. Siapa diantara kalian yang mencintai saya, silahkan tetap tinggal di sini, yang lain boleh meninggalkan acara ini. Setelah menunggu beberapa saat, tidak ada seorang pun yang meninggalkan tempat tersebut. Kemudian A Gu melepaskan topi mahkota, mengumumkan, dengan ini, dia melepaskan jabatannya sebagai kepala negara. Kemudian berseru sekali lagi, siapa yang masih mencintai saya, tetap di tempat, yang lain boleh pergi dari sini. Belum ada seorang pun yang beranjak pergi. A Gu kemudian menandatangani sebuah surat, surat yang menyatakan bahwa segala harta kekayaan A Gu akan disumbangkan ke yayasan sosial. Hal tersebut disaksikan oleh semua yang hadir di sana. Kemudian A Gu berseru sekali lagi, siapa yang masih tetap mencintai ku, boleh tetap tinggal di sini, yang lain boleh pergi. Terlihat beberapa orang meninggalkan ruangan. Kemudian disusul oleh beberapa orang lain. Setelah menunggu beberapa saat, A Gu mengeluarkan 1000 jimat yang dahulu diberikan oleh seorang pertapa. Setiap jimat mewakili sebuah hal baik yang dimiliki oleh A Gu. A Gu mengambil sebuah jimat, membacanya, kemudian membakarnya. Setelah jimat terbakar habis, wajah A Gu berubah menjadi buruk. A Gu berseru, siapa yang masih mencintai ku boleh tetap di sini, sisanya boleh pergi. Sebagian besar wanita meninggalkan tempat tersebut dengan wajah yang ketakutan. Setelah menunggu beberapa saat, A Gu melanjutkan mengambil sebuah jimat, membacanya, kemudian membakarnya. Tubuh A Gu yang gagah perkasa, kemudian berubah menjadi tubuh orang yang lemah, kurus, layaknya orang kekurangan giji. A Gu berkata, siapa yang masih mencintai ku, boleh tinggal, yang lain boleh pergi. Setelah menunggu beberapa saat, sisa delapan orang wanita di ruangan tersebut. A Gu mengambil sisa jimat yang ada, berteriak, "BAIK HATI", membakarnya. Seorang wanita meninggalkan tempat tersebut. "PENUH PENGERTIAN!". Membakarnya. Seorang lagi meninggalkan tempat. "KEBIJAKSANAAN!", membakarnya, seorang lagi meninggalkan tempat tersebut. "KEPINTARAN!", membakarnya. Seorang lagi meninggalkan tempat tersebut. "Sopan, lemah lembut, sabar, penyayang, ... !!!", Agu membakar semua sisa jimat yang ada. Sisa seorang wanita yang masih tetap tinggal di tempat.
Agu merasa senang, ada seseorang yang mencintai nya, apa adanya. Kemudian dia berjalan terpincang-pincang mendekati wanita itu, dan berteriak, "PERGI KAU DARI SINI, AKU TIDAK BUTUH BELAS KASIHAN MU!"
Wanita itu pergi dari ruangan itu. Kemudian A Gu juga meninggalkan ruangan itu, kembali ke desa tempat dia dahulu hidup. Mengumpulkan ranting-ranting pohon di hutan untuk dijual ke pasar lokal.
(imported from old site)
Cappuccino for your soul. All 'bout life, philosophy, and daily digest. The scripts of my life.
Thursday, August 30, 2007
A Gu dan Relativitas
A Gu adalah seorang pemuda yang suka berpikir. Siang yg panas itu, A Gu sedang duduk di kantin sekolah. Menikmati es cendol yang enak segerrrrrr.
Ada seekor lalat yang sangat menarik perhatian. Senantiasa terbang mendekati ujung sedotan A Gu. Udah hampir mendarat, A Gu segera mengibaskan tangannya. Syuhhhhh. Dan Si Lalat terbang menjauh lagi, bermanuver, salto beberapa kali, kemudian terbang rendah. Pelan-pelan, mendekati sedotan A Gu lagi. A Gu daritadi memperhatikan lalat tersebut. Dan ini dia, sekali lagi, si lalat terbang mendekat.
A Gu melihat dirinya, kursi tempat dia duduk, gelas isi es cendol, sedotannya, semuanya bergerak mendekati lalat tersebut. Si lalat hanya diam di tempat. Sama sekali tidak bergerak. A Gu yang lain melihat dirinya, kursi, gelas, sedotan, diam, lalat terbang mendekati sedotan tersebut. Eh, ada A Gu yang lain lagi, dia melihat lalat, dirinya, kursi, gelas, sedotan, semua bergerak mengelilingi pusat bumi. Kemudian ada A Gu lain yang melihat dirinya, gelas, sedotan, kursi, bumi, semua sedang bergerak mengelilingi matahari. Ternyata ada A Gu lain lagi yang melihat dirinya diam, pusat bumi sedang bergerak mengelilingi dirinya. Ada A Gu lain lagi yang melihat, bumi itu diam, matahari, dan segala isi benda-benda angkasa sedang bergerak-gerak disekeliling bumi. Masih ada A Gu lain yang melihat matahari itu diam, bumi dan planet-planet di tata surya mengelilinginya. Dan masih ada tak berhingga banyaknya A Gu lain dengan bermacam sudut pandang.
Tiba-tiba sebutir peluru menembus kepala A Gu, dan pada detik itu, bukan detik itu, tapi pada milli detik, eh bukan, lebih tepat, pada moment itu, pikiran A Gu berhenti berpikir, demikian juga dengan semua benda-benda itu, tidak ada yang bergerak. Mereka semua diam.
(imported from old site)
Ada seekor lalat yang sangat menarik perhatian. Senantiasa terbang mendekati ujung sedotan A Gu. Udah hampir mendarat, A Gu segera mengibaskan tangannya. Syuhhhhh. Dan Si Lalat terbang menjauh lagi, bermanuver, salto beberapa kali, kemudian terbang rendah. Pelan-pelan, mendekati sedotan A Gu lagi. A Gu daritadi memperhatikan lalat tersebut. Dan ini dia, sekali lagi, si lalat terbang mendekat.
A Gu melihat dirinya, kursi tempat dia duduk, gelas isi es cendol, sedotannya, semuanya bergerak mendekati lalat tersebut. Si lalat hanya diam di tempat. Sama sekali tidak bergerak. A Gu yang lain melihat dirinya, kursi, gelas, sedotan, diam, lalat terbang mendekati sedotan tersebut. Eh, ada A Gu yang lain lagi, dia melihat lalat, dirinya, kursi, gelas, sedotan, semua bergerak mengelilingi pusat bumi. Kemudian ada A Gu lain yang melihat dirinya, gelas, sedotan, kursi, bumi, semua sedang bergerak mengelilingi matahari. Ternyata ada A Gu lain lagi yang melihat dirinya diam, pusat bumi sedang bergerak mengelilingi dirinya. Ada A Gu lain lagi yang melihat, bumi itu diam, matahari, dan segala isi benda-benda angkasa sedang bergerak-gerak disekeliling bumi. Masih ada A Gu lain yang melihat matahari itu diam, bumi dan planet-planet di tata surya mengelilinginya. Dan masih ada tak berhingga banyaknya A Gu lain dengan bermacam sudut pandang.
Tiba-tiba sebutir peluru menembus kepala A Gu, dan pada detik itu, bukan detik itu, tapi pada milli detik, eh bukan, lebih tepat, pada moment itu, pikiran A Gu berhenti berpikir, demikian juga dengan semua benda-benda itu, tidak ada yang bergerak. Mereka semua diam.
(imported from old site)
Subscribe to:
Posts (Atom)